Kamis, 18 Oktober 2012

ARUH ADAT MASYARAKAT DAYAK MERATUS


Aruh adalah salah satu upacara ritual yang mengiringi kebudayaan huma dari Suku Dayak Meratus yang mendiami kaki hunjuran Pegunungan Meratus di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Penduduk Loksado di dominasi oleh etnik Dayak yang sebagian besar menganut kepercayaan Kaharingan.  Sebagian besar dari mereka masih tinggal di dalam rumah besar yang disebut Balai.


Aruh dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas hasil panen yang dilimpahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada seluruh warga.  Ditiap Balai pada waktu yang bervariasi dilaksanakan upacara ritual pasca panen yang dinamakan Aruh Ganal Bawanang, yaitu sebuah ritual yang dilaksanakan di dalam balai.  Lama Aruh Ganal atau pesta besar itu antara 3 sampai 7 hari, tergantung dari perolehan hasil pertanian mereka.


Saat malam berbulan setengah bayang, bunyi gamelan bertalu – talu, berpadu dengan lengkingan serunai bambu, lalu muncul dengung rapalan mantera para balian (dukun), penghubung antara alam nyata dengan alam supra natura yang seakan berebut menjangkau nada – nada tinggi.  Suara – suara itu seperti berasal dari dunia lain, menyusur malam, mengalir dan terhempas dari jeram khayali yang entah dimana.
Balai akan ramai, lantai bambu berderak – derak oleh hentakan kaki para penari.  Perempuan – perempuan balai akan meliuk gemulai dalam Tari Bangsai, sementara para lelakinya meliuk – liuk seperti elang terbang lewat Tari Kanjar.  Mereka bergerak memutari lalaya, sebutan untuk sntrum upacara berhias janur – janur pucuk enau.



Saat malam rebah tiang, bunyi gemerincing Galang Hiyang (gelang khusus terbuat dari perunggu) di tangan para balian semakin nyaring bergemerincing.  Sambil menari – nari para balian itu menggotong binatang korban untuk disembelih pada upacara Badulang Darah, sebagai puncak upacara penunai hajat kepada Yang Maha Kuasa dalam kepercayaan Dayak Meratus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar