Selasa, 30 Oktober 2012

Mandau, Senjata Tradisional Kalimantan selatan


Pengantar
Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Dan, di kalangan orang Dayak sendiri satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Dengan perkataan lain, kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau juga berfungsi sebagai simbol seseorang (kehormatan dan jatidiri). Sebagai catatan, dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti: perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.

Mandau dipercayai memiliki tingkat-tingkat kampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti. Biasanya sebagian rambutnya sebagian digunakan untuk menghias gagangnya. Mereka percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, maka rohnya akan mendiami mandau sehingga mandau tersebut menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan bertani.

Struktur Mandau
1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa hingga berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu: besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.

Pembuatan bilah mandau diawali dengan membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin. Jenis kayu ini dipilih karena dapat menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatasnya agar memuai. Kemudian, ditempa dengan menggunakan palu. Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang pada bilah mandau. Konon, pada zaman dahulu banyaknya lubang pada sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.

2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti: kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.

3. Sarung Mandau.
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.

Nilai Budaya
Pembuatan mandau, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah dan sarat makna. (ali gufron)

 Sumber:
Umberan, Musni. Dkk. 1994. Sejarah Kebudayaan Kalimantan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kamis, 18 Oktober 2012

ARUH ADAT MASYARAKAT DAYAK MERATUS


Aruh adalah salah satu upacara ritual yang mengiringi kebudayaan huma dari Suku Dayak Meratus yang mendiami kaki hunjuran Pegunungan Meratus di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Penduduk Loksado di dominasi oleh etnik Dayak yang sebagian besar menganut kepercayaan Kaharingan.  Sebagian besar dari mereka masih tinggal di dalam rumah besar yang disebut Balai.


Aruh dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas hasil panen yang dilimpahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada seluruh warga.  Ditiap Balai pada waktu yang bervariasi dilaksanakan upacara ritual pasca panen yang dinamakan Aruh Ganal Bawanang, yaitu sebuah ritual yang dilaksanakan di dalam balai.  Lama Aruh Ganal atau pesta besar itu antara 3 sampai 7 hari, tergantung dari perolehan hasil pertanian mereka.


Saat malam berbulan setengah bayang, bunyi gamelan bertalu – talu, berpadu dengan lengkingan serunai bambu, lalu muncul dengung rapalan mantera para balian (dukun), penghubung antara alam nyata dengan alam supra natura yang seakan berebut menjangkau nada – nada tinggi.  Suara – suara itu seperti berasal dari dunia lain, menyusur malam, mengalir dan terhempas dari jeram khayali yang entah dimana.
Balai akan ramai, lantai bambu berderak – derak oleh hentakan kaki para penari.  Perempuan – perempuan balai akan meliuk gemulai dalam Tari Bangsai, sementara para lelakinya meliuk – liuk seperti elang terbang lewat Tari Kanjar.  Mereka bergerak memutari lalaya, sebutan untuk sntrum upacara berhias janur – janur pucuk enau.



Saat malam rebah tiang, bunyi gemerincing Galang Hiyang (gelang khusus terbuat dari perunggu) di tangan para balian semakin nyaring bergemerincing.  Sambil menari – nari para balian itu menggotong binatang korban untuk disembelih pada upacara Badulang Darah, sebagai puncak upacara penunai hajat kepada Yang Maha Kuasa dalam kepercayaan Dayak Meratus.

Rabu, 17 Oktober 2012

EVENT TAHUNAN HULU SUNGAI SELATAN



1. LOMBA TAPAK TILAS
Lomba ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangkaian memperingati Hari Ulang Tahun Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
Peserta merupakan tim terdiri dari putra / putri atau campuran antara 3 sampai 7 orang.  Lomba ini diselenggarakan pada tanggal 17 Mei setiap tahun





2. LOMBA NANAG DAN GALUH BANJAR
Lomba Nanag dan Galuh Banjar diselenggarakan pada Bulan Juni setiap tahun.  Lomba ini dimaksudkan untuk menggali kemampuan para peserta dalam penguasaannya terhadap budaya dan seni serta produk dan potensi wisata daerah untuk selanjutnya dijadikan Duta Wisata untuk mempromosikan Potensi Budaya dan Wisata daerahnya.  Lomba ini diikuti oleh para Pelajar, Mahasiswa dan Masyarakat Umum.





 3. LOMBA DAYUNG PERAHU NAGA
   Event ini diselenggarakan di Kecamatan Daha Selatan setelah selesai Upacara HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus setiap tahun.






4. LOMBA BALANTING PARING (BAMBOO RAFTING)
Lomba Balanting Paring dilaksanakan dalam rangkaian memperingati Hari Jadi Kabupaten Hulu Sungai Selatan.  Kegiatan ini berlangsung selama 3 (tiga) hari antara tanggal 7 s/d 10 Desember setiap tahun.
Start dilakukan di dermaga lanting Kecamatan Loksado, menyusuri Sungai Amandit menuju Kandangan.  Sebelum mencapai finish biasanya peserta bermalam (istirahat) di Desa Pagar Haur Kecamatan Padang Batung, pagi harinya meneruskan perjalanan menuju finish di Kandangan.





5. MALAM TAKBIRAN
Pada malam 1 Syawal malam pertama Hari Raya Idul Fitri acara ini digelar, gema takbir dan tahmid diiringi bunyi beduk membahana.  Para kafilah bergerak menyusuri Kota Kandangan sambil melantunkan asma Allah SWT.





6. BAGARAKAN SAHUR
Kegiatan ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Selatan, pada setiap malam di Bulan Ramadhan.  Arak – arakan yang diiringi dengan musik dan kesenian tradisional ditampilkan menyemarakkan kegiatan ini.  Bagarakan Sahur jadi magnet bagi masyarakat yang berada diperantauan untuk mudik pulang kampung.  Khusus pada malam 21 Ramadhan acara ini dilombakan

Sumber : http://www.hulusungaiselatankab.go.id

Arti Lambang Kab. Hulu sungai selatan

Sebuah perisai bersudut lima dengan warna biru tua:
  • Sudut lima melambangkan Dasar Negara Pancasila
  • Perisai melambangkan kewaspadaan
  • Di dalam perisai tersebut terdapat lukisan-lukisan
1. Mesjid bertingkat tiga, beratap (bubungan) runcing, tongkat sebanyak 13 buah dan pintu sebanyak 3 buah dengan warna putih :
  • Mesjid melambangkan keagamaan yang sudah menjadi watak dari Rakyat Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan kerukunan serta musyawarah.
  • Bertingkat tiga melambangkan bahwa dalam usaha mencapai cita-cita haruslah dengan sistematis dan bertingkat.
  • Beratap (bubungan) runcing melambangkan kesempurnaan yang telah dicapai Bertongkat 13 dan berpintu 3 melambangkan 13 kecamatan dan 3 kewedanaan.
  • Rangkaian padi dan kapas dengan warna kuning emas melambangkan kemakmuran. Parang bungkul dan tombak dengan warna putih melambangkan sifat-sifat kepahlawanan dan berjiwa membangun.
2. Pita bertuliskan rakat mufakat dengan warna kuning emas melambangkan persatuan yang erat disertai musyawarah.
3.  Warna yang dipergunakan dalam lambang Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu:Biru Tua melambangkan kesetiaan.
  • Kuning Emas melambangkan kejayaan.
  • Putih melambangkan kesucian.
  • Kesimpulan makna lambang Kabupaten Hulu Sungai Selatan:
  • Bunga kapas 17 berarti tanggal dari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
  • Tiang Mesjid delapan berarti bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
  • Butir Padi 45 berati tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.


Sumber: http://www.hulusungaiselatankab.go.id